Ini adalah Nilai 2EA26B, Meliputi :
1. Laporan Awal
2. Laporan Akhir
3. Nilai Kehadiran
4. Nilai Max
5. Nilai Ujian
Trimakasih
Arif Hadi Saputra
Kamis, 29 Mei 2014
3EA26B Nilai Praktikum Mata Kuliah Riset Oprasional 2
Ini adalah nilai akhir 3EA26B. meliputi :
1. Laporan Awal
2. Laporan Akhir
3. Nilai Kehadiran
4. Nilai Max
5. Nilai Ujian
Terimakasih
1. Laporan Awal
2. Laporan Akhir
3. Nilai Kehadiran
4. Nilai Max
5. Nilai Ujian
Terimakasih
Writing
Writing
About
: How to be a good marketing staff
Working in the marketing department is the
dream of all students while still in college. Tetepi is not easy to reach out
in reality. very important part of marketing for the company, for the creation
of the company's goals. For that there are several ways how you can be a good
marketing staff. The first is honest. Most companies are looking for employees
who are more honest than clever. Second is discipline. Companies in Indonesia
appreciate people who come early to the office, because it's Indonesia or
rather jakarta often jammed. And the last is the meticulous way. Being a
marketing staff is a complicated job, because the accuracy is in need by
companies to avoid loss or accidents. Dear so that can convey. Thank you.
Memo
Make
a Memo
UNIVERSITY GUNADARMA
FACULTY OF ECONOMICS
2014
Number
: 11/21/4
Name
: Arif Hadi Saputra
NPM : 11210075
Events
: Memo
I am currently in the eighth semester,
there are 21 credits that I have to finish this semester, with courses: Teknik
Proyeksi Bisnis, Akuntansi Manajemen Lanjut, Kapita Selekta Keuangan,
Kewarausahaan, Manajemen Keuangan Internasional, Manajemen Kinerja, Manajemen
Pemasaran Industri and Manajemen Strategik. Middle Semester Exam will begin on
14 May up to 7 June.
Thank you.
Senin, 05 Mei 2014
Application Letter
Application Letter
5
th May, 2014
The
Human Resaurces & Development
Inara
Lightings, Ltd.
Jakarta, Indonesia
Dear
Sir or Madam,
I am writing to explore the possibility of employment as Document Controller in your reputable firm. I am a Computer Science graduate of the University of the Gunadarma. I bring with me several years of experience as information systems analyst of leading companies that include Nissan Motor, Inc.
Attached is my resume
for your perusal. Should you require any further information, I can be reached
at 62-8577-3611
Sincerely,
Arif Hadi Saputra
Jumat, 20 Desember 2013
MORALITAS KORUPTOR DI INDONESIA
MORALITAS KORUPTOR DI INDONESIA
ABSTRAK
Arif Hadi Saputra.
11210075.
4EA17
Korupsi di Tanah Air benar-benar sudah
dalam tahap memprihatinkan. Sekelas pimpinan lembaga, yakni Ketua MK Akil
Mochtar, ternyata juga terjerat dalam kasus korupsi. Berdasarkan uraian diatas,
penulis tertarik untuk melakukan penulisan mengenai moralitas koruptor , maka
di dalam penulisan ini penulis akan
memberi judul “MORALITAS KORUPTOR DI
INDONESIA”. Dapat disimpulkan
bahwa faktor utama yang harus disalahkan adalah diri sendiri, karena jika diri
kita dibentengi oleh iman dan moral yang kuat maka kita akan mampu untuk
menahan gangguan dan ratuan untuk berbuat korupsi, adapun pihak yang harus
mendukung dan mengaeari adalah, petama, peran pemerintah harus serius dalam
mengadili kasus korupsi karena menurut servey yang ada, jatuhan hukuman yang
diberikan kepada koruptor masih sayang rendah dan tidak membuat koruptor jera,
kedua, peran orang tua untuk selalu mengawai dan memberikan ilmu-ilmu moral
sejak dini agar dikemudian hari anak tersebut dapat berlaku baik dimasyarakat.
Ketiga peran guru dan dosen pengajar agar membimbing murid dan mahasiswanya ke
arah yang lebih baik lagi untuk selalu dapat memilih mana yang baik dan buruk.
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Korupsi di Tanah Air
benar-benar sudah dalam tahap memprihatinkan. Sekelas pimpinan lembaga, yakni
Ketua MK Akil Mochtar, ternyata juga terjerat dalam kasus korupsi.
Perilaku
korupsi yang menyerang berbagai lini karena minimnya pendidikan moral dan agama
pada individu. Kelemahan dua hal itu, tak lepas dari lemahnya pengawasan yang
dilakukan para guru pengajar. "Moral
itu sukar untuk diuji, pengetahuan tentang moral dapat 10, itu bukan berarti
paling dia paling bermoral. Siswa yang diuji pengetahuan, padahal moral perlu
penilaian dari guru. Misalnya dari hasil ujian cuma dapat 7 tapi guru melihat
anak suka menolong orang, maka nilainya bisa dievaluasi,
Berdasarkan
uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penulisan mengenai moralitas
koruptor , maka di dalam penulisan ini
penulis akan memberi judul “MORALITAS
KORUPTOR DI INDONESIA”.
Rumusan
dan Batasan Masalah
Rumusan
Masalah
Penulis
merumuskan rumusan masalah dalam penulisan ilmiah ini adalah sebagai berikut :
Siapa yang harus
disalahkan akibat terjadinya korupsi?
Batasan
Masalah
Penulis
membatasi pembahasan
masalah pada penulisan ini adalah :
Pada kasus
korupsi yang terjadi di Indonesia.
Tujuan
Penelitian
Tujuan dari
penulisan ini adalah :
Untuk mengetahui
siapa yang harus disalahkan akibat terjadinya korupsi
Manfaat
Penelitian
Manfaat
Akademis
Memberikan
manfaat bagi penulis untuk mempelajari lebih dalam
moral-moral yang baik untuk tidak terjebak dalam situasi yang mengakibatkan
korupsi.
Manfaat
Praktis
Memberikan manfaat bagi pembaca
sebagai referensi informasi yang dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
siapa yang harus disalahkan akibat terjadinya korupsi.
Metode
Penelitian
Data
Data primer adalah
suatu pengumpulan data informasi langsung dari sumber penelitian, sedangkan
data sekunder adalah suatu pengumpulan data informasi tidak langsung pada
sumbernya, melainkan melalui media untuk mencari data yang relevan dengan
pembahasan.
Alat
analisis yang digunakan
Alat analisis yang digunakan
dalam penulisan ini adalah dengan menggunakan alat analisis kualitatif yaitu
suatu metode analisis penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
ucapan atau tulisan serta informasi dari objek yang diamati.
LANDASAN TEORI
MORAL
Moral adalah kaidah
mengenai apa yang baik dan buruk. Sesuatu yang baik kemudian diberi label
“bermoral.” Sebaliknya, tindakan yang bertentangan dengan kebaikan lantas
dikategorikan sebagai sesuatu yang jahat, buruk, atau: “tidak bermoral.”
Semua orang sepakat bahwa manusia adalah makhluk yang istimewa, unik, dan
berbeda dengan aneka ciptaan Tuhan yang lain. Keunikan tersebut menjadi faktor
pembeda yang tegas antara manusia dan makhluk yang lain. Lalu apa yang
membedakan manusia dengan makhluk yang lain? Tentu akal budinya!
Akal budi inilah yang memampukan manusia untuk membedakan apa yang baik dan
yang buruk. Dengan demikian manusia tidak tunduk pada insting belaka. Aneka
nafsu, hasrat, dan dorongan alamiah apapun diletakkan secara harmonis di bawah
kendali budi.
Dari sini kemudian manusia menggagas
hidupnya secara lebih bermartabat dan terhormat. Manusia kemudian punya
kecenderungan alamiah untuk mengarahkan hidupnya kepada kebaikan dan menolak
keburukan. Apa saja yang baik, itulah yang dikejar dan diusahakan. Hidup
sosial, ekonomi, politik, budaya, dan lain sebagainya kemudian digagas untuk
menggapai kebaikan.
MORALITAS OBYEKTIF
Moralitas obyektif lahir dari kesadaran manusia untuk mencapai kebaikan
bersama. Moralitas obyektif adalah tata nilai yang secara obyektif ada dan
dipatuhi bersama sebagai konsekuensi dari kodrat manusia sebagai makhluk
berakal budi.
Moralitas seperti ini hadir dalam bentuk aneka peraturan, perundangan, norma,
dan nilai-nilai yang berkembang dalam tata hidup bersama. Ia bisa berwujud
aturan yang sudah diwariskan turun-temurun, tetapi bisa juga berwujud aturan
yang dengan sengaja dibuat untuk pencapaian kebaikan bersama, misalnya
undang-undang, KUHP, aneka tata-tertib, dll. Untuk mencegah korupsi misalnya,
manusia kemudian membuat undang-undang antikorupsi.
Pelanggaran terhadap moralitas obyektif ini mengakibatkan si pelanggar dikenai
sanksi dan hukum yang berlaku. Seorang koruptor, misalnya, harus dihukum jika
secara obyektif dia terbukti melakukan korupsi.
MORALITAS SUBYEKTIF
Moralitas subyektif adalah tata nilai yang secara konstitutif ada di dalam hati
sanubari manusia. Karena setiap manusia berakal budi, maka setiap manusia
mempunyai dalam dirinya sendiri tata nilai yang mengantarnya kepada kebaikan,
dan ini harus ditaati.
Berbeda dengan moralitas obyektif, pelanggaran terhadap norma subyektif ini
tidak bisa dikenai hukum obyektif. Lalu instansi apa yang bisa mengawasi
moralitas subyektif semacam ini? Bukan polisi, tentara, jaksa, ataupun KPK,
melainkan hati nurani! Hati nurani inilah yang kemudian terlanggar jika
seseorang memilih untuk menyimpang kepada keburukan dengan mau-tahu-dan bebas.
Secara sekilas, agaknya moralitas subyektif ini sanksinya lebih ringan karena
hanya dirinya sendiri yang tahu. Tetapi betulkah demikian? Tidak! Justru sanksi
dari moralitas subyektif ini akan menghantuinya seumur hidup. Jika hukuman
obyektif (sanksi penjara misalnya) hanya berlaku selama beberapa tahun dan
setelah itu ia bisa melenggang bebas, tidak demikian dengan sanksi yang
dijatuhkan nurani manusia!
KORUPSI?
Korupsi adalah penyakit bangsa dan secara tegas pula merupakan penyakit moral!
Moral yang mana? Kedua-duanya: moralitas obyektif dan sekaligus subyektif.
Pemberantasan korupsi dengan demikian juga memasuki kedua ranah tersebut.
Korupsi bisa diberantas jika secara obyektif ia dilarang (dengan memberlakukan
hukum yang amat berat), dan secara subyektif pula diperangi (dengan mempertajam
peran budi-nurani yang dimiliki oleh setiap manusia).
Di satu sisi, penegakan moralitas obyektif adalah soal penegakan aturan main
dalam hidup bernegara, ketegasan pemerintah dalam menegakkan hukum terhadap
para koruptor, dan pembenahan sistem peradilan yang semakin adil. Di sisi lain,
penegakkan moralitas subyektif adalah soal pembenahan mentalitas aparatur
negara, pembenahan hidup kemanusiaan sebagai mahkluk yang berakal budi, dan
penajaman hati nurani.
Penekanan kepaada salah satu moralitas saja sudah cukup baik, tetapi belum
cukup. Pemberlakuan hukum yang berat terhadap para koruptor itu baik, tetapi
belum cukup. Mengapa? Karena dengan demikian orang hanya dididik untuk takut
menjadi koruptor. Ia takut melakukan korupsi hanya karena takut akan hukuman
mati, padahal yang seharusnya muncul adalah kesadaran untuk menghindarinya
karena korupsi itu tindakan yang buruk (bukan hanya soal takut)! Pendidikan
hati nurani (misalnya dilakukan dengan: mengikuti anjuran agama dan berlaku
saleh) itu juga baik, tetapi juga belum cukup! Mengapa? Karena dalam hidup
bersama tetap diperlukan hukum yang tegas bagi tercapainya kebaikan bersama.
Sebagai warga bangsa, manusia Indonesia seharusnya sadar bahwa korupsi adalah
masalah bersama yang membawa negara ini kepada keburukan dan keterpurukan.
Sudah saatnya dibuat hukum yang tegas untuk mengembalikan bangsa ini kepada
jalurnya yang benar, dan tak ketinggalan pula: pendidikan hati nurani demi
tajamnya mentalitas bernegara. Pendidikan hati nurani dalam hal ini tidak bisa
disempitkan melulu kepada beribadah dan kembali kepada agama saja (karena semua
orang Indonesia ternyata beragama, dan pada saat itu juga menjadi negara
terkorup pula!). Pendidikan hati nurani sebenarnya adalah persoalan
pengembalian manusia kepada kodratnya yang mengedepankan peran akal budi. Akal
budi inilah yang memampukan setiap manusia untuk mengarahkan diri kepada
pencapaian kebaikan. Korupsi adalah pembalikan dari kebaikan, maka dengan tegas
harus ditolak! Korupsi juga adalah pengingkaran kodrat manusia yang
bermartabat, maka dengan tegas pula harus diberantas!
METODE PENELITIAN
Metode
Yang Digunakan
Penulis menggunakan metode sekunder,
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti
secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak
lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang
telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak
dipublikasikan. Dan dengan menggunakan alat analisis kualitatif yaitu suatu metode
analisis penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau
tulisan serta informasi dari objek yang diamati.
PEMBAHASAN
Definisi Korupsi
Definisi Korupsi adalah (bahasa Latin:
corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan,
memutarbalik, menyogok).perilaku pejabat publik (pejabat pemerintahan), yang
secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang
dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan
kepada mereka.
Perbuatan korupsi
memang berbeda dengan pencurian biasa/maling, perbuatan ini yang notabene
dilakukan oleh oknum pejabat publik cenderung memiliki dampak yang luas ,yang
menyangkut suatu sistem pemerintahan dimana dia berada, dan bahkan bisa membuat
kehancuran suatu negara, ini yang membedakan dengan prilaku kriminal biasa di
level masyarakat umum yang efeknya sebatas lingkup per-individu dan tidak
mempengaruhi sistem pemerintahan. Memprihatinkan bahwa Indonesia menempati
ranking 3 besar dunia untuk kasus korupsi ini.
Pertanyaannya: mengapa orang yang katanya baik-baik ternyata korupsi
juga? Kaum behavioris
mengatakan, berarti lingkunganlah yang secara kuat memberikan dorongan bagi
orang untuk korupsi dan mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah menjadi
traits pribadinya. Lingkungan dalam hal ini malah memberikan dorongan dan bukan
memberikan hukuman pada orang ketika ia menyalahgunakan kekuasaannya.
Penelitian-penelitian
empiris mengenai korupsi mengonfirmasi anggapan tersebut.Pada umumnya faktor
penyebab korupsi bersumber pada tiga aspek yaitu:
1. Kerusakan
pada lingkungan makro (negara) di mana sistem hukum, politik, pengawasan,
kontrol, transparansi rusak.Kerusakan tersebut menjadi latar lingkungan yang
merupakan faktor stimulus bagi perilaku orang. Tentunya menjadi jelas ketika
sistem tidak secara kuat memberikan hukuman terhadap pelanggaran dan imbalan
terhadap sebuah prestasi, tingkah menyimpang (korupsi) malah akan diulang-ulang
karena akan memberikan konsekuensi yang menyenangkan.
2. Pengaruh
dari iklim koruptif di tingkat kelompok atau departemen.
3. Karena
faktor kepribadian.
Siapa
yang harus disalahkan akibat terjadinya korupsi
Dari uraian di atas
maka faktor utama yang harus disalahkan adalah diri sendiri, karena jika diri
kita dibentengi oleh iman dan moral yang kuat maka kita akan mampu untuk
menahan gangguan dan ratuan untuk berbuat korupsi, adapun pihak yang harus
mendukung dan mengaeari adalah, petama, peran pemerintah harus serius dalam
mengadili kasus korupsi karena menurut servey yang ada, jatuhan hukuman yang
diberikan kepada koruptor masih sayang rendah dan tidak membuat koruptor jera,
kedua, peran orang tua untuk selalu mengawai dan memberikan ilmu-ilmu moral
sejak dini agar dikemudian hari anak tersebut dapat berlaku baik dimasyarakat.
Ketiga peran guru dan dosen pengajar agar membimbing murid dan mahasiswanya ke
arah yang lebih baik lagi untuk selalu dapat memilih mana yang baik dan buruk.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian di atas
maka dapat disimpulkan bahwa faktor utama yang harus disalahkan adalah diri
sendiri, karena jika diri kita dibentengi oleh iman dan moral yang kuat maka
kita akan mampu untuk menahan gangguan dan ratuan untuk berbuat korupsi, adapun
pihak yang harus mendukung dan mengaeari adalah, petama, peran pemerintah harus
serius dalam mengadili kasus korupsi karena menurut servey yang ada, jatuhan
hukuman yang diberikan kepada koruptor masih sayang rendah dan tidak membuat koruptor
jera, kedua, peran orang tua untuk selalu mengawai dan memberikan ilmu-ilmu
moral sejak dini agar dikemudian hari anak tersebut dapat berlaku baik
dimasyarakat. Ketiga peran guru dan dosen pengajar agar membimbing murid dan
mahasiswanya ke arah yang lebih baik lagi untuk selalu dapat memilih mana yang
baik dan buruk.
Saran
Penulis memberikan saran agar pemerintah, orang tua guru dan dosen pengajar
dapat besinergi untuk selalu mengawai dan memberikan nilai-nilai positif dalam
berkehidupan bermasyarakan untuk tidak melakukan aksi korupsi karena itu
termasuk perbuatan yang melanggar hukum, dan untum pemerintah agarlebih serius
dalam menghukum para koruptor karena hukuman yang ada di Indonesia masih sangat
ringan dan tidak menbuat para koruptor jera.
DAFTAR PUSTAKA
Rabu, 27 November 2013
ETIKA BERIKLAN YANG BAIK PADA IKLAN COCA-COLA
ABSTRAK
Arif Hadi Saputra.
11210075.
4EA17
Untuk membuat konsumen tertarik, iklan harus dibuat menarik bahkan
kadang dramatis. Tapi iklan tidak diterima oleh target
tertentu (langsung). Iklan dikomunikasikan kepada khalayak luas (melalui media
massa komunikasi iklan akan diterima oleh semua orang: semua usia, golongan,
suku, dsb). Sehingga iklan harus memiliki etika, baik moral maupun bisnis.Namun
belakagan ini banyak sekali iklan yang tidak mendidik atau melanggar kode etik
atau etika yang baik dalam beriklan, banyak iklan diluar sana yang masih
menyindir atau saling sikut menyikut, padahal pada hakikatnya, iklan tidak
boleh menyindir pihak lain atau sengaja menjelekan prodak lain karena dapat
dikenakan sangsi atau dapat dituntut.
Berdasarkan uraian diatas, penulis
tertarik untuk melakukan penulisan mengenai etika beriklan yang baik, maka di
dalam penulisan ini penulis akan memberi
judul “ETIKA BERIKLAN YANG BAIK PADA
IKLAN COCA-COLA”. disimpulkan bahwa yang dilakukan oleh pihak
coca-cola sudah benar untuk selalu menghormati hak – hak yang harus didapatkan
oleh konsumen.
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Manfaat iklan yang
bisa mengajak konsumen untuk segera membeli produk pada suatu perusahaan
mengakibatkan banyaknya iklan yang bermunculan di lacar kaca televisi, semua
demi satu tujuan yaitu memperoleh keuntungan dengan beriklan.
Namun belakagan
ini banyak sekali iklan yang tidak mendidik atau melanggar kode etik atau etika
yang baik dalam beriklan, banyak iklan diluar sana yang masih menyindir atau
saling sikut menyikut, padahal pada hakikatnya, iklan tidak boleh menyindir
pihak lain atau sengaja menjelekan prodak lain karena dapat dikenakan sangsi
atau dapat dituntut.
Berdasarkan
uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penulisan mengenai etika
beriklan yang baik, maka di dalam penulisan
ini penulis akan memberi judul “ETIKA
BERIKLAN YANG BAIK PADA IKLAN COCA-COLA”.
Rumusan
dan Batasan Masalah
Rumusan
Masalah
Penulis
merumuskan rumusan masalah dalam penulisan ilmiah ini adalah sebagai berikut :
Bagaimana beriklan yang
baik, yang di lakukan oleh pihak coca-cola?
Batasan
Masalah
Penulis
membatasi pembahasan
masalah pada penulisan ini adalah :
Pada iklan
coca-cola kemasan 1 liter yang berharga Rp 8.000
Tujuan
Penelitian
Tujuan dari
penulisan ini adalah :
Untuk mengetahui
bagaimana etika beriklan yang baik yang dilakukan oleh pihak coca-cola.
Manfaat
Penelitian
Manfaat
Akademis
Memberikan
manfaat bagi penulis untuk mengetahui bagaimana etika
beriklan yang baik dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Manfaat
Praktis
Memberikan manfaat bagi pembaca
sebagai referensi informasi yang dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
etika beriklan yang baik dan dapat diaplikasikan ke dunia bisnis.
Metode
Penelitian
Data
Data primer adalah suatu
pengumpulan data informasi langsung dari sumber penelitian, sedangkan data
sekunder adalah suatu pengumpulan data informasi tidak langsung pada sumbernya,
melainkan melalui media untuk mencari data yang relevan dengan pembahasan.
Alat
analisis yang digunakan
Alat analisis yang digunakan
dalam penulisan ini adalah dengan menggunakan alat analisis kualitatif yaitu
suatu metode analisis penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
ucapan atau tulisan serta informasi dari objek yang diamati.
LANDASAN TEORI
ETIKA PARIWARA INDONESIA (EPI)
(Disepakati Organisasi Periklanan dan Media Massa,
2005). Berikut ini kutipan beberapa etika periklanan yang terdapat dalam kitab
EPI.
Tata Krama Isi Iklan
1. Hak Cipta: Penggunaan materi yang bukan milik sendiri, harus
atas ijin tertulis dari pemilik atau pemegang merek yang sah.
2. Bahasa: (a) Iklan harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh
khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan persandian (enkripsi) yang dapat
menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pesan iklan
tersebut. (b) Tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”,
“nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“. (c) Penggunaan kata
”100%”, ”murni”, ”asli” untuk menyatakan sesuatu kandungan harus dapat
dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang
otentik. (d) Penggunaan kata ”halal” dalam iklan hanya dapat dilakukan oleh
produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama
Indonesia, atau lembaga yang berwenang.
3. Tanda Asteris (*): (a) Tanda asteris tidak boleh
digunakan untuk menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi
khalayak tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk yang
diiklankan, ataupun tentang ketidaktersediaan sesuatu produk. (b) Tanda asteris
hanya boleh digunakan untuk memberi penjelasan lebih rinci atau sumber dari
sesuatu pernyataan yang bertanda tersebut.
4. Penggunaan Kata ”Satu-satunya”: Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata
“satusatunya” atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menyebutkan dalam hal
apa produk tersebut menjadi yang satu-satunya dan hal tersebut harus dapat
dibuktikan dan dipertanggungjawabkan.
5. Pemakaian Kata “Gratis”: Kata “gratis” atau kata lain yang bermakna sama
tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar
biaya lain. Biaya pengiriman yang dikenakan kepada konsumen juga harus
dicantumkan dengan jelas.
6. Pencantum Harga: Jika harga sesuatu produk dicantumkan dalam iklan,
maka ia harus ditampakkan dengan jelas, sehingga konsumen mengetahui apa yang
akan diperolehnya dengan harga tersebut.
7. Garansi: Jika suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan
atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus dapat dipertanggung-
jawabkan.
8. Janji Pengembalian Uang (warranty): (a) Syarat-syarat pengembalian uang tersebut harus
dinyatakan secara jelas dan lengkap, antara lain jenis kerusakan atau
kekurangan yang dijamin, dan jangka waktu berlakunya pengembalian uang. (b)
Pengiklan wajib mengembalikan uang konsumen sesuai janji yang telah
diiklankannya.
9. Rasa Takut dan Takhayul: Iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan
rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul, kecuali
untuk tujuan positif.
10. Kekerasan: Iklan tidak boleh – langsung maupun tidak langsung
-menampilkan adegan kekerasan yang merangsang atau memberi kesan membenarkan
terjadinya tindakan kekerasan.
11. Keselamatan: Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang
mengabaikan segi-segi keselamatan, utamanya jika ia tidak berkaitan dengan
produk yang diiklankan.
12. Perlindungan Hak-hak Pribadi: Iklan tidak boleh menampilkan atau melibatkan
seseorang tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari yang bersangkutan,
kecuali dalam penampilan yang bersifat massal, atau sekadar sebagai latar,
sepanjang penampilan tersebut tidak merugikan yang bersangkutan.
13. Hiperbolisasi: Boleh dilakukan sepanjang ia semata-mata
dimaksudkan sebagai penarik perhatian atau humor yang secara sangat jelas
berlebihan atau tidak masuk akal, sehingga tidak menimbulkan salah persepsi
dari khalayak yang disasarnya.
14. Waktu Tenggang (elapse time): Iklan yang menampilkan adegan hasil atau efek dari
penggunaan produk dalam jangka waktu tertentu, harus jelas mengungkapkan
memadainya rentang waktu tersebut.
15. Penampilan Pangan: Iklan tidak boleh menampilkan penyia-nyiaan,
pemborosan, atau perlakuan yang tidak pantas lain terhadap makanan atau
minuman.
16. Penampilan Uang: (a) Penampilan dan perlakuan terhadap uang dalam
iklan haruslah sesuai dengan norma-norma kepatutan, dalam pengertian tidak
mengesankan pemujaan ataupun pelecehan yang berlebihan. (b) Iklan tidak boleh
menampilkan uang sedemikian rupa sehingga merangsang orang untuk memperolehnya
dengan cara-cara yang tidak sah. (c) Iklan pada media cetak tidak boleh
menampilkan uang dalam format frontal dan skala 1:1, berwarna ataupun hitam-putih.
(d) Penampilan uang pada media visual harus disertai dengan tanda “specimen”
yang dapat terlihat Jelas.
17. Kesaksian Konsumen (testimony): (a) Pemberian kesaksian hanya dapat dilakukan atas
nama perorangan, bukan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat
luas. (b) Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian yang benar-benar dialami,
tanpa maksud untuk melebih-lebihkannya. (c) Kesaksian konsumen harus dapat
dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditanda tangani oleh konsumen
tersebut. (d) Identitas dan alamat pemberi kesaksian jika diminta oleh lembaga
penegak etika, harus dapat diberikan secara lengkap. Pemberi kesaksian pun
harus dapat dihubungi pada hari dan jam kantor biasa.
18. Anjuran (endorsement): (a) Pernyataan, klaim atau janji yang diberikan
harus terkait dengan kompetensi yang dimiliki oleh penganjur. (b) Pemberian
anjuran hanya dapat dilakukan oleh individu, tidak diperbolehkan mewakili
lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas.
19. Perbandingan: (a) Perbandingan langsung dapat dilakukan,
namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan dengan kriteria yang tepat
sama. (b) Jika perbandingan langsung menampilkan data riset, maka metodologi,
sumber dan waktu penelitiannya harus diungkapkan secara jelas. Pengggunaan data
riset tersebut harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari
organisasi penyelenggara riset tersebut. (c) Perbandingan tak langsung harus
didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak.
20. Perbandingan Harga: Hanya dapat dilakukan terhadap efisiensi dan
kemanfaatan penggunaan produk, dan harus diserta dengan penjelasan atau
penalaran yang memadai.
21. Merendahkan: Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing
secara langsung maupun tidak langsung.
22. Peniruan: (a) Iklan tidak boleh dengan sengaja meniru
iklan produk pesaing sedemikian rupa sehingga dapat merendahkan produk pesaing,
ataupun menyesatkan atau membingungkan khalayak. Peniruan tersebut meliputi
baik ide dasar, konsep atau alur cerita, setting, komposisi musik maupun
eksekusi. Dalam pengertian eksekusi termasuk model, kemasan, bentuk merek,
logo, judul atau subjudul, slogan, komposisi huruf dan gambar, komposisi musik
baik melodi maupun lirik, ikon atau atribut khas lain, dan properti. (b) Iklan
tidak boleh meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih dulu digunakan oleh
sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga kurun dua tahun
terakhir.
23. Istilah Ilmiah dan Statistik: Iklan tidak boleh menyalahgunakan istilah-istilah
ilmiah dan statistik untuk menyesatkan khalayak, atau menciptakan kesan yang
berlebihan.
24. Ketiadaan Produk: Iklan hanya boleh dimediakan jika telah ada
kepastian tentang tersedianya produk yang diiklankan tersebut.
25. Ketaktersediaan Hadiah: Iklan tidak boleh menyatakan “selama persediaan
masih ada” atau kata-kata lain yang bermakna sama.
26. Pornografi dan Pornoaksi: Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau
seksualitas dengan cara apa pun, dan untuk tujuan atau alasan apa pun.
27. Khalayak Anak-anak: (a) Iklan yang ditujukan kepada khalayak anakanak
tidak boleh menampilkan hal-hal yang dapat mengganggu atau merusak jasmani dan
rohani mereka, memanfaatkan kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau
kepolosan mereka. (b) Film iklan yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen
waktu siaran khalayak anakanak dan menampilkan adegan kekerasan, aktivitas
seksual, bahasa yang tidak pantas, dan atau dialog yang sulit wajib
mencantumkan kata-kata “BimbinganOrangtua” atau simbol yang bermakna sama.
Selain mengatur Tata Krama Isi Iklan epi juga
mengatur:
Tata Krama Ragam Iklan
Ex: Iklan minuman keras maupun gerainya hanya
boleh disiarkan di media nonmassa; Iklan rokok tidak boleh dimuat pada media
periklanan yang sasaran utama khalayaknya berusia di bawah 17 tahun; dll.
Tata Krama Pemeran Iklan
Ex: Iklan tidak boleh memperlihatkan anak-anak
dalam adegan-adegan yang berbahaya ; Iklan tidak boleh melecehkan,
mengeksploitasi, mengobyekkan, atau mengornamenkan perempuansehingga memberi
kesan yang merendahkan kodrat, harkat, dan martabat mereka; dll.
Tata Krama Wahana Iklan
Ex: Iklan untuk berlangganan apa pun
melalui SMS harus juga mencantumkan cara untuk berhenti berlangganan secara
jelas, mudah dan cepat; Iklan-iklan rokok dan produk khusus dewasa hanya boleh
disiarkan mulai pukul 21.30 hingga pukul 05.00 waktu setempat, dll.
IKLAN “BUILD IN” DARI SUDUT PANDANG
ETIKA
Kenapa dengan “Build-in”?
· Kasus
iklan “build-in” memang sangat menarik. Satu hal yang pasti, strategi ini memang
membuat proses penanyangan iklan menjadi jauh lebih singkat karena tidak ada
proses produksi iklan (cukup dalam bentuk teks/brief saja) dan segala
“tetek-bengek” di belakangnya (persetujuan atas ide dan eksekusi iklan,
lay-out/story- board, tes via FGD dlsb), tidak ada proses sensor (via LSF unt.
iklan TV) bahkan tidak perlu melaporkan ke BPOM untuk produk obat-obatan yang
sebenarnya diwajibkan untuk melaporkan iklan/kampanyenya terlebih dahulu.
Kondisi
‘singkat-mudah- murah’ ini justru wajib kita cermati dengan hati-hati sekali
karena akan muncul peluang yang relatif jauh lebih besar untuk terjadinya
pelanggaran- pelanggaran etika di sini. Kuncinya ada di tangan produser dari
program-program TV/radio yg disponsori tsb.
Produser
program harus memahami dengan benar etika beriklan dari suatu produk dan tidak
semata-mata berorientasi finansial saja. Pihak produsen/pengiklan (dan media
agencynya, bila brief untuk kampanye “build-in” ini datang darinya) juga harus
benar-benar memahami apa saja resiko yang dihadapinya dgn melakukan proses
‘short-cut’ (dgn melakukan strategi “build-in” campaign) atas proses promosi
produknya.
METODE PENELITIAN
Metode
Yang Digunakan
Penulis menggunakan metode sekunder,
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh
peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat
oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan
historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan
dan yang tidak dipublikasikan. Dan dengan menggunakan alat analisis kualitatif yaitu suatu metode
analisis penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan
serta informasi dari objek yang diamati.
PEMBAHASAN
Bagaimana
etika beriklan yang baik yang dilakukan oleh pihak coca-cola
Iklan coca-cola pada kemasan 1 liter
yang berharga Rp 8.000
Didalam iklan tersebut, pihak
coca-cola mencoba menjelaskan kesegaran dari prodaknya tersebut dan
menginformasikan sejelas-jelasnya informasi yang dibutuhkan oleh konsumen dari
mulai harga sampai ukuran produk tersebut.
Coca-cola juga berusaha memberikan hak yang
seharusnya diterima oleh konsumen antara lain :
1. hak atas kenyamanan, keamanan,dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
2.hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
3. hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa tersebut.
4.hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang/dan atau jasa yang digunakan.
5.hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6.hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
7.hak untuk diperlakukan dan dilayani secara nebar dan jujur serta tidak diskriminatif
8.hak untuk mendapat dispensasi,ganti rugi, dan/atau penggantian barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana semestinya dan
9.hak hak yang diatur dalam kenentuan peraturan perundang undangan yang lain.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas
dapat disimpulkan bahwa yang dilakukan oleh pihak coca-cola sudah benar untuk
selalu menghormati hak – hak yang harus didapatkan oleh konsumen.
Saran
Penulis memberikan saran kepada pihak coca-cola untuk melanjutkan hal-hal
yang memang sudah baik dan salalu berbuat jujur kepada konsumen serta
pertahankan keadaan yang sudah baik.
DAFTAR PUSTAKA
Situs http://www.pppi.or.id
Beberapa sumber lainnya yang relevan
(Konten ini merupakan handout materi
perkuliahan Dasar-Dasar Periklanan pertemuan V. Dipublikasikan untuk keperluan
belajar-mengajar dan sharing pengetahuan)
Langganan:
Postingan (Atom)