Solo dan Warisan Budaya Jawa
Solo atau Surakarta di sebelah mananya Yogyakarta? Begitu umumnya pertanyaan yang muncul ketika berbicara tentang Solo. Begitu pun ketika berbicara tentang budaya Jawa, banyak orang yang lebih menengok Yogyakarta dibanding Solo. Bagi orang Jawa, pertanyaan tersebut sepertinya terdengar aneh, namun tidak bagi masyarakat di luar Jawa dan orang asing. Bagi mereka Yogyakarta lebih beken dibanding Solo.
Dalam konteks ini lah upaya Komunitas Blogger Bengawan Solo untuk menyelenggarakan Sharing Online Lan Offline (SOLO) pada tanggal 4-5 Juni 2010 patut diapresiasi sebagai upaya untuk lebih memperkenalkan Solo dan segala potensi yang dimilikinya. Melalui acara yang dikemas secara santai, blogger Solo memperkenalkan kotanya lewat kunjungan ke kampung batik, susur sungai Bengawan Solo dan tak ketinggalan pertunjukan musik keroncong.
Dari perbicangan selama mengikuti kegiatan SOLO, diketahui bahwa alasan dipilihnya batik sebagai jendela untuk mengintip kota Solo tidak terlepas dari upaya membranding Solo sebagai kota batik dan kota yang mewarisi nilai-nilai budaya Jawa (the spirit of Java). Bahkan untuk membranding Solo sebagai kota batik, Walikota Solo Joko Widodo saat bertemu dengan para blogger menyampaikan bahwa setiap tahunnya di Solo digelar Solo Batik Carnival yang pada tahun ini akan dilaksanakan pada tanggal 23 Juni 2010. Pada kegiatan karnaval yang dilakukan di jalan-jalan utama kota Solo, akan ditampilkan lebih dari 350 orang peserta yang berpakain batik dengan desain khusus. Dan tahun ini kegiatan tersebut menjadi lebih istimewa karena bersamaan dengan Solo sebagai tuan rumah APMCHUD (Asia Pacific Minister`s Conference on Housing and Urban Development) yang akan dihadiri ratusan delegasi dari berbagai negara di Asia Pasifik.
Pilihan batik dan warisan semangat budaya Jawa sebagai langkah branding kota Solo tentu saja tidak keliru, karena bagaimanapun bagi masyarakat Solo, batik dan budaya Jawa merupakan dua hal yang tak terpisahkan. Sudah sejak lama masyarakat Solo mengenakan batik, baik dalam acara-acara di keraton maupun dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, di Solo pula kita dapat menemukan jejak-jejak sejarah kekuasaan dan kebudayaan Jawa.
Melongok sejenak sejarah kota Solo, maka kita akan mendapatkan bahwa kota Solo didirikan pada masa Kesultanan Mataram tahun 1745 di desa Sala di tepi Bengawan Solo dan pernah menjadi pusat pemerintahan pada masa akhir Kesultanan tersebut. Ketika pada akhirnya Mataram pecah, Solo kemudian menjadi pusat pemerintahan Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaraan.
Dalam perkembangannya, kedua kraton Solo pewaris sejarah Jawa ini memang kalah pamor dibandingkan dengan Kesultanan Yogyakarta dibawah kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono. Namun demikian peran Solo sebagai salah satu pewaris nilai-nilai budaya Jawa tetaplah penting. Berbagai bangunan bersejarah, produk kesenian, dan makanan khas masih dapat dijumpai di Solo, salah satunya adalah Kampung Batik Laweyan.
Kampung Batik Laweyan merupakan kawasan sentra batik di Kota Solo yang menurut sejarahnya sudah ada sejak jaman kerajaan Pajang tahun 1546. Dalam sejarah perkembangannya, ketika Solo menjadi kota dagang penting, pernah berdiri Syarikat Dagang Islam pada tahun 1905. Karenanya pula tidak mengherankan jika di kampung batik Laweyan ini sangat terasa nuansa Islaminya. Hal ini antara lain terlihat dari keberadaan Masjid Laweyan yang dibangun pada tahun 1546 oleh pemiliknya Kyai Ageng Beluk guna menunjang dakwahnya.
Melongok kawasan kampung batik ini, kita akan melihat suatu kawasan yang didesain dengan konsep terpadu, tempat ratusan pengerajin batik membuat dan menjual berbagai motif batik seperti Tirto Tejo dan Truntum dengan harga yang bervariasi. Disini para blogger diajak mengelilingi gang-gang sempit perumahan penduduk yang berpagar tembok tinggi. Mengingat sejarahnya dan arti penting kawasan ini, Pemerintah Kota Solo pun sudah sejak lama melindungi bangunan yang memiliki kekayaan arsitektur Jawa kuno dan membina kelangsungan industri kerajinan batik di kawasan ini, serta menjadikannya sebagai kawasan wisata sejarah.
Sementara itu melalui kegiatan susur Bengawan Solo para blogger diajak melihat langsung kondisi lingkungan sungai Bengawan Solo yang legendaris sambil diajak memahami nilai-nilai sejarah yang melekat dengan sungai ini. Di tepi sungai inilah pertama kali didirikan bangunan Kesultanan Mataram, pendahulu Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaraan.
Secara keseluruhan acara berlangsung apik dan berhasil untuk memperkenalkan salah satu bagian kota Solo. Namun tentu saja waktu 1-2 hari belum cukup untuk menjawab keingintahuan para blogger tentang Solo dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam the Spirit of Java. Semoga pada acara berikutnya bisa ditampilkan sisi Solo yang lainnya.
sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2010/06/21/solo-dan-warisan-budaya-jawa-173013.html
Dalam konteks ini lah upaya Komunitas Blogger Bengawan Solo untuk menyelenggarakan Sharing Online Lan Offline (SOLO) pada tanggal 4-5 Juni 2010 patut diapresiasi sebagai upaya untuk lebih memperkenalkan Solo dan segala potensi yang dimilikinya. Melalui acara yang dikemas secara santai, blogger Solo memperkenalkan kotanya lewat kunjungan ke kampung batik, susur sungai Bengawan Solo dan tak ketinggalan pertunjukan musik keroncong.
Dari perbicangan selama mengikuti kegiatan SOLO, diketahui bahwa alasan dipilihnya batik sebagai jendela untuk mengintip kota Solo tidak terlepas dari upaya membranding Solo sebagai kota batik dan kota yang mewarisi nilai-nilai budaya Jawa (the spirit of Java). Bahkan untuk membranding Solo sebagai kota batik, Walikota Solo Joko Widodo saat bertemu dengan para blogger menyampaikan bahwa setiap tahunnya di Solo digelar Solo Batik Carnival yang pada tahun ini akan dilaksanakan pada tanggal 23 Juni 2010. Pada kegiatan karnaval yang dilakukan di jalan-jalan utama kota Solo, akan ditampilkan lebih dari 350 orang peserta yang berpakain batik dengan desain khusus. Dan tahun ini kegiatan tersebut menjadi lebih istimewa karena bersamaan dengan Solo sebagai tuan rumah APMCHUD (Asia Pacific Minister`s Conference on Housing and Urban Development) yang akan dihadiri ratusan delegasi dari berbagai negara di Asia Pasifik.
Pilihan batik dan warisan semangat budaya Jawa sebagai langkah branding kota Solo tentu saja tidak keliru, karena bagaimanapun bagi masyarakat Solo, batik dan budaya Jawa merupakan dua hal yang tak terpisahkan. Sudah sejak lama masyarakat Solo mengenakan batik, baik dalam acara-acara di keraton maupun dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, di Solo pula kita dapat menemukan jejak-jejak sejarah kekuasaan dan kebudayaan Jawa.
Melongok sejenak sejarah kota Solo, maka kita akan mendapatkan bahwa kota Solo didirikan pada masa Kesultanan Mataram tahun 1745 di desa Sala di tepi Bengawan Solo dan pernah menjadi pusat pemerintahan pada masa akhir Kesultanan tersebut. Ketika pada akhirnya Mataram pecah, Solo kemudian menjadi pusat pemerintahan Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaraan.
Dalam perkembangannya, kedua kraton Solo pewaris sejarah Jawa ini memang kalah pamor dibandingkan dengan Kesultanan Yogyakarta dibawah kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono. Namun demikian peran Solo sebagai salah satu pewaris nilai-nilai budaya Jawa tetaplah penting. Berbagai bangunan bersejarah, produk kesenian, dan makanan khas masih dapat dijumpai di Solo, salah satunya adalah Kampung Batik Laweyan.
Kampung Batik Laweyan merupakan kawasan sentra batik di Kota Solo yang menurut sejarahnya sudah ada sejak jaman kerajaan Pajang tahun 1546. Dalam sejarah perkembangannya, ketika Solo menjadi kota dagang penting, pernah berdiri Syarikat Dagang Islam pada tahun 1905. Karenanya pula tidak mengherankan jika di kampung batik Laweyan ini sangat terasa nuansa Islaminya. Hal ini antara lain terlihat dari keberadaan Masjid Laweyan yang dibangun pada tahun 1546 oleh pemiliknya Kyai Ageng Beluk guna menunjang dakwahnya.
Melongok kawasan kampung batik ini, kita akan melihat suatu kawasan yang didesain dengan konsep terpadu, tempat ratusan pengerajin batik membuat dan menjual berbagai motif batik seperti Tirto Tejo dan Truntum dengan harga yang bervariasi. Disini para blogger diajak mengelilingi gang-gang sempit perumahan penduduk yang berpagar tembok tinggi. Mengingat sejarahnya dan arti penting kawasan ini, Pemerintah Kota Solo pun sudah sejak lama melindungi bangunan yang memiliki kekayaan arsitektur Jawa kuno dan membina kelangsungan industri kerajinan batik di kawasan ini, serta menjadikannya sebagai kawasan wisata sejarah.
Sementara itu melalui kegiatan susur Bengawan Solo para blogger diajak melihat langsung kondisi lingkungan sungai Bengawan Solo yang legendaris sambil diajak memahami nilai-nilai sejarah yang melekat dengan sungai ini. Di tepi sungai inilah pertama kali didirikan bangunan Kesultanan Mataram, pendahulu Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaraan.
Secara keseluruhan acara berlangsung apik dan berhasil untuk memperkenalkan salah satu bagian kota Solo. Namun tentu saja waktu 1-2 hari belum cukup untuk menjawab keingintahuan para blogger tentang Solo dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam the Spirit of Java. Semoga pada acara berikutnya bisa ditampilkan sisi Solo yang lainnya.
sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2010/06/21/solo-dan-warisan-budaya-jawa-173013.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar