PEREKONOMIAN INDONESIA
PENGARUH PEMBANGUNAN MALL TERHADAP PEREKONOMIAN
INDONESIA
DISUSUN OLEH : 3EA17
1.
ARIF HADI SAPUTRA
2.
ARYA BIRAMA
3.
ANDIKA KUSUMA
4.
CHAIRUL FIRDAUS
5.
HERRU HERMAWAN
6.
JOHANES C. MULI
7.
SARAH RAUDATUL
UNIVERSITAS GUNADARMA
2013
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
BAB 1 Pembukaan
................................................................................................
Masalah
saat ini
..........................................................................................
BAB 2 Isi
................................................................................................................
Pembahasan
masalah
..................................................................................
BAB 3 Penutup ..........................................................................................................
Kesimpulan
& saran
...................................................................................
Daftar
pustaka .............................................................................................
PENDAHULUAN
Banyaknya
pusat perbelanjaan memberikan alternatif yang lebih banyak bagi masyarakat
dalam berbelanja ataupun berdagang. Namun, berbagai persoalan pun kemudian
muncul. Apakah dengan dibangunnya mall memberikan kesempatan kepada pedagang
lokal ataupun masyarakat pribumi yang notabene rakyat kecil untuk mendapatkan
lahan berdagang yang lebih baik? Apakah benar kemacetan selalu diidentikkan
dengan ketidakdisiplinan sopir angkot? Apakah perkembangan pusta-pusat
perbelanjaan tersebut konsisten dengan daya dukung kota dan daya beli
masyarakat ?
BAB 1
Masalah
yang saat ini terjadi akibat pembangunan mall
-
Dampak pada pasar
tradisional
-
Bertambahnya titik kemacetan
-
Berkurangnya fasilitas
publik
-
Perbandingan dengan
daya beli masyarakat
-
Kebijakan dan kontrol
yang tidak ketat
-
Dampak positif dan
negatif akibat pembangunan mall
BAB 2
PEMBAHASAN
Akibatnya Pada Pasar Tradisional
Banyaknya pembangunan
mall perlu diimbangi dengan perlindungan pemerintah kepada para pedagang pasar
tradisional. Sebab, pedagang kecil semakin terancam oleh mall, karena mereka
(mall) menawarkan barang kebutuhan dengan cara ritel dengan harga murah juga
lengkap dengan banyak varian. Selain itu, suasana nyaman dan bersih tentu saja
menggeser minat orang terhadap pasar tradisional yang becek (wet market) dan
pengap. Oleh karena itu, perlu penguatan dan perlindungan terhadap aktivitas
niaga perdagangan kecil pasar tradisional
Pengusaha-pengusaha
kecil termasuk home industry harus berpontang-panting bersaing dengan produk
luar negeri yang banyak dijajakan di mall. Lama kelamaan, usaha ini akan
kembang kempis dan akan hancur. Rakyat kecil (PKL, pedagang asongan, pengamen,
dll) akan mulai tersingkirkan.
Selain permasalahan
mata pencaharian tersebut, dari segi budaya, dengan adanya pengembangan mall
dan tergusurnya pasar tradisional, maka terkikisnya budaya lokal yaitu hubungan
sosial berupa relasi antar manusia ; antar penjual dan pembeli. Hubungan sperti
ini tidak terjadi di mall, yang terjadi hanyalah hubungan yang sifatnya
ekonomis dan komersil sehingga melahirkan relasi manusia yang anonym.
Bertambahnya titik Kemacetan
Sudah menjadi “slogan”
bahwa kota Bogor adalah kota termacet dan kota sejuta angkot, tentunya
kaitannya dengan pembangunan mall, maka tempat-tempat pemberhentian angkot akan
semakin bertambah.
Kemacetan jangan selalu
diidentikkan dengan ketidakdisiplinan sopir angkot, sebenarnya titik-titik
pemberhentian yang terlalu banyak tanpa dipertimbangkan jaraknya dengan adanya
pembangunan mall.
Pembenahan masalah
transportasi sangat berkaitan erat dengan kenyamanan masyarakat, baik para
pengunjung mall maupun pengguna jalan secara umum.
Berkurangnya Fasilitas Publik.
Aapabila pembangunan
itu dilakukan pada fasilitas yang biasanya dipakai untuk publik, maka tentunya
akan mengurangi keberadaan fasilitas publik yang sudah bertahun-rahun
dipergunakan. Dan ini jangan sampai hanya didasarkan pada permasalahan bisnis semata.
Banyak mall yang
didirikan di lahan hijau ataupun fasilitas publik yang hijau bahkan yang
seharusnya diperuntukkan sebagai wilayah atau saran pendidikan dirubah menjadi
mall. Sehingga melahirkan dampak ekologis dan sosiologis bahkan tidak ramah lingkungan
terlebih lagi seharusnya ada konversi lahan hijau untuk mengganti lahan yang
digunakan sebagai bangunan mall.
Perbandingan Dengan Daya Beli Masyarakat.
Kalau pembangunan mall
dan pusat-pusat perbelanjaan dibangun hanya atas dasar bisnis dan kepentingan
ekonomi sesaat tanpa memperhatikan kesejahteraan masyarakat setempat, tentunya
ini sudah secara tidak langsung meminggirkan masyarakat setempat Karen tidak
mampu membeli barang-barang yang dijajakan oleh mall yang notabene harganya
tinggi dan tidak terjangkau oleh masayarakat setempat.
Kebijakan dan Kontrol Yang Tidak Ketat.
Dari permasalahan di
atas, sebenarnya ada titik sentral yang memang secara langsung bertanggungjawab
atas permasalahan tersebut yaitu pemerintah Daerah, karena pemkot memiliki
peran dan kewenangan dalam memberikan perizinan, oleh karena itu pemkot harus
melakukan suatu tindakan yang bisa menimbulkan sinergi untuk perekonomian dan
kesejahteraan masyarakat. Jangan sampai menjamurnya mall-mall hanya sekedar
menjadi monument tanpa sejarah. bahkan monument yang bersejarah pun tak diurus
dan terbengkalai.
Dalam pembangunan kota
harus dibuat suatu tata aturan yang paten untuk jangka waktu lama dan hal
tersebut harus benar-benar ditaati oleh para pemegang kebijakan di pemkot, jangan
hanya karena tawaran finansial yang kesejahteraannya belum tentu dinikmati oleh
masyarakat setempat dengan serta merta diambil sebagai sebuah proyek
pembangunan. Secara tidak langsung, pemerintah menekan terhadap system ekonomi
kerakyatan. Dan mengembangkan kapitalisasi pada perekonomian rakyat.
Selain pemerintah
daerah yang seakan tidak konsisten menjalankan konsep tata kota yang telah
digariskan sebelumnya, kurangnya kontrol dari para wakil rakyat yang seharusnya
membela kepentingan rakyat seharusnya menjadi sorotan. Dari berbagai permasalah
pembangunan yang keluar dari jalur Rencana tata ruang dan wilayah (RTRW)
terlihat dibiarkan.
Perlu diingat bahwa ukuran kemajuan suatu kota tidak
bisa diukur hanya melalui banyaknya bangunan fisik. Kemajuan suatu kota
ditentukan oleh masyarakatnya yang berpola fakir mapan, egaliter dan madani,
makanya rasio pembangunan fisik harus selaras dengan ruang hijau terbuka yang
sangat dibutuhkan masyarakat. Tidak perlu terlalu banyak mall dan pusat
perbelanjaan kalau memang akhirnya menimbulkan berbagai macam permasalahan
jangka panjang. Jangan sampai manusia-manusia pembangunan sekarang tergila-gila
dengan bangunan-bangunan mewah, mulai dari mall, pusat perbelanjaan ataupun
lainnya.
Dampak Pembangunan Mall di Indonesia
Dampak Positif
1. Mall memberikan
peningkatan pendapatan negara dalam bentuk pajak, karena adanya aktivitas
ekonomi disitu. Aktivitas ekonomi yang terjadi juga bukanlah main-main karena
faktor penggerak transaksi kaum urban yang datang ke mall sudah tentu didominasi
kalangan menengah ke atas. Sejatinya mereka bisa mengeluarkan lebih dari 100rb
rupiah untuk setiap kedatangan mereka ke pusat perbelanjaan (akumulasi dari
parkir, belanja, makan dan minum, atau kegiatan lain seperti nonton bioskop).
Ini adalah hal yang
sangat menggiurkan terutama untuk pemerintah kita sebagai pendapatan negara.
Meningkatnya jumlah orang kaya di tahun 2010 ini dan memboomingnya industri
kreatif dapat turut mendongkrak psikologis manusia untuk berbelanja. Berbelanja
hal-hal yang mungkin tidak terlalu mereka butuhkan.
2. Setiap pendirian
mall berarti penyerapan tenaga kerja baru. Setiap pertumbuhan ekonomi sebesar
1% hanya mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 250.000 - 300.000 orang tenaga
kerja. Masih belum bisa menutupi angka jumlah pengangguran sebanyak 10 juta
orang lebih di Indonesia. Pertanyaannya adalah, tenaga kerja manakah yang akan
diserap oleh Mall? Tenaga kerja penduduk dengan KTP DKI Jakarta? Ataukah tenaga
kerja Bodetabek yang notabene akan menambah jumlah komuter ke Ibukota?
3. Mall adalah sebuah
lambang pengakuan. Pengakuan dari pihak-pihak; terutama tenant (terlebih jika
tenant berasal dari luar negeri) bahwa iklim investasi di Indonesia baik.
Menurut indeks investasi dunia, Indonesia masuk dalam peringkat 17 negara yang
dapat dijadikan tempat berinvestati. Menyusul kenaikan harga IHSG yang nyaris
menembus angka 3000, adalah indikasi-indikasi lain yang menunjukkan bahwa
secara makro, negara ini memiliki fundamental ekonomi yang kuat.
4. mall juga memberikan
fasilitas dan menampung seluruh kebutuhan masyarakat kota pada umumnya sehingga
mall menjadi bangunan wajib yang ada di hampir seluruh pusat kota di indonesia
Dampak Negatif
Pembangunan mall
akhir-akhir ini semakin meningkat, seiring pertumbuhan pembangunan di kota
jakarta, ada dampak positif tapi lebih banyak negatifnya dari pertumbuhan mall
tersebut.
Banyaknya mall akan
juga melahirkan jurang perbedaan yang tinggi antara si kaya dan si miskin.
Sehingga si miskin makin tidak akan merasa nyaman. Selain itu dampak lain
pembangunan mall adalah warga akan semakin sulit mendapatkan ruang terbuka,
seperti daerah resapan air atau taman sehingga pada gilirannya akan menyebabkan
banjir. Dampak sosial dari pembangunan mall adalah warga akan terbius menjadi
warga yang konsumtif dan menghabiskan waktunya dimall, kalau sang warga punya
kemampuan finansial yang baik untuk belanja di mall mungkin tidak terlalu
masalah, akan tetapi jika sang warga tak punya uang yang cukup, maka yang akan
terjadi adalah angka kriminalitas yang akan semakin tinggi. Seperti pencopetan,
penjambretan, perampokan dll.
Dalam konsep teori
pembangunan perkotaan, yang seharusnya menjadi tempat berkumpul warga kota
adalah taman atau area terbuka, namun karena keterbatasan dana dari pemerintah
daerah untuk membangun taman baru dan perawatan taman yang telah ada maka
mereka sulit mendapatkan taman atau lahan yang enak dikunjungi. Warga kota
merasakan taman yang tidak terawat,kotor, kumuh. Ada hal menarik di balik
pertumbuhan mall yang meningkat yaitu karena warga kota kehilangan tempat untuk
sekedar berkumpul maka mal-mall jadi satu-satunya tempat untuk ajang berkumpul
dan interaksi antar warga kota.
Satu lagi dampak
negatif dari pertumbuhan mall adalah tersingkirnya satu persatu pasar
tradisional yang pada gilirannya mematikan aktifitas pedagang tradisional
pribumi. Jumlah pedagang tradisional semakin hari semakin berkurang akibat
kalah bersaing dengan pasar modern yang memberi kenyamanan yang lebih. Sebagai
catatan dari 37 pasar tradisional yang ada di kota bandung hanya ada dua pasar
yang tingkat huniannya diatas 75%, sisanya hanya mempunyai tingkat hunian
dibawah 50%.
Menurut survei yang dilakukan di kota bandung, saat
ini jumlah pedagang tradisional yang masih giat beraktifitas adalah sekitar
9800 pedagang, jauh dibawah perkiraan tahun 2007 yang masih sekitar 13000
pedagang yang masih aktif, berbanding terbalik dengan pertumbuhan mall.
Sepanjang tahun 2009 berdasarkan survei, jumlah pertumbuhan mall di kota
bandung sekitar 31,4% . Perkembangan jumlah mall yang tak terkendali
menyebabkan penurunan jumlah pasar tradisional. Perbandingan setiap satu mall
berdiri maka 100 pedagang dan warung akan gulung tikar.
KESIMPULAN & SARAN
Sebenarnya pembangunan mall boleh dilakukan karena
masyarakat pun dapat dampak positifnya tetepi alangkah baiknya bila pembangunan
mall tersebut mengikuti aturan yang ramah lingkungan, seperti contoh biasanya
pembangunan mall akan mengurangi lahan tebuka hijau, oleh karena itu sebaiknya
pengelola mall melakukan penanaman pohon disekitar area mall agar dapat
menggantikan lahan yang sudah terpakai akibat pembangunan mall.
Daftar pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar