PENDAHULUAN
Gejolak
harga minyak dunia sebenarnya sudah mulai terlihat sejak tahun 2000. Tiga tahun
berikutnya harga terus naik seiring dengan menurunnya kapasitas cadangan. Ada
sejumlah faktor penyebab terjadinya gejolak ini, salah satunya adalah persepsi
terhadap rendahnya kapasitas cadangan harga minyak yang ada saat ini, yang
kedua adalah naiknya permintaan (demand) dan di sisi lain terdapat kekhawatiran
atas ketidakmampuan negara-negara produsen untuk meningkatkan produksi,
sedangkan masalah tingkat utilisasi kilang di beberapa negara dan menurunnya
persediaan bensin di Amerika Serikat juga turut berpengaruh terhadap posisi
harga minyak yang terus meninggi. Terjadinya hubungan timbal balik antara naiknya biaya
produksi dan turunnya daya beli masyarakat berarti memperlemah perputaran roda
ekonomi secara keseluruhan di Indonesia. Kondisi ini dapat mempengaruhi iklim
investasi secara keseluruhan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Dalam jangka pendek naiknya harga BBM tersebut disikapi oleh pelaku pasar,
khususnya pelaku pasar modal sebagai pusat perputaran dan indikator investasi.
Kontroversi
kenaikan harga minyak ini bermula dari tujuan pemerintah untuk menyeimbangkan
biaya ekonomi dari BBM dengan perekonomian global. Meskipun perekonomian
Indonesia masih terseok mengikuti perkembangan perekonomian dunia, akhirnya
kebijakan kenaikan BBM tetap dilaksanakan mulai tanggal 1 Oktober 2005.
Akibatnya, perilaku investasi di Indonesia sangat memungkinkan mengalami
perubahan. Setiap peristiwa berskala nasional apalagi yang terkait langsung
dengan permasalahan ekonomi dan bisnis menimbulkan reaksi para pelaku pasar
modal yang dapat berupa respon positif atau respon negatif tergantung pada
apakah peristiwa tersebut memberikan stimulus positif atau negatif terhadap
iklim investasi. Berdasarkan pada argumentasi di atas, maka dimungkinkan akan
terjadi reaksi negatif para pelaku pasar modal setelah pengumuman tersebut.
Tetapi jika yang terjadi sebaliknya bahwa kenaikan harga BBM ini direaksi positif
oleh pelaku pasar, maka kesimpulan sederhana dari dampak peristiwa pengumuman
tersebut adalah bahwa naiknya harga BBM memberikan stimulus positif pada
perekonomian Indonesia.
PEMBAHASAN
Disebut sebut kenaikan bbm ini adalah untuk
mengurang pemakaian bahan bakar nonsubsidi. Namau pada kenyataannya ini lebih
buruk dari pada yang diharapkan, harusnya pemerintah menjadikan kenaikan bbm
ini sebagai opsi terakir, karena apabila harga bbm jadi dinaikan otomatis
konsumsi bbm tidak akan berkurang secara drastis karena bbm merupakan barang
yang sangat dibutuhkan. Ini hanya memperparah karena harga sembako dan
lain-lain pun akan melonjak mengikuti harga bbm.
Dampak Kenaikan BBM Pada Masyarakat Kecil
Walaupun
dampak kenaikan harga BBM tersebut sulit dihitung dalam gerakan kenaikan
inflasi, tetapi dapat dirasakan dampak psikologisnya yang relatif kuat. Dampak
ini dapat menimbulkan suatu ekspektasi inflasi dari masyarakat yang dapat
mempengaruhi kenaikan harga berbagai jenis barang/jasa. Ekspektasi inflasi ini
muncul karena pelaku pasar terutama pedagang eceran ikut terpengaruh dengan
kenaikan harga BBM dengan cara menaikkan harga barang-barang dagangannya. Dan
biasanya kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok masyarakat terjadi ketika
isu kenaikan harga BBM mulai terdengar.
Perilaku
kenaikan harga barang-barang kebutuhan masyarakat setelah terjadi kenaikan
harga beberapa jenis BBM seperti premium (bensin pompa), solar, dan minyak
tanah dari waktu ke waktu relatif sama. Misalnya, dengan naiknya premium
sebagai bahan bakar transportasi akan menyebabkan naiknya tarif angkutan.
Dengan kenaikan tarif angkutan tersebut maka akan mendorong kenaikan harga
barang-barang yang banyak menggunakan jasa transportasi tersebut dalam
distribusi barangnya ke pasar. Demikian pula dengan harga solar yang mengalami
kenaikan juga akan menyebabkan kenaikan harga barang/jasa yang dalam proses
produksinya menggunakan solar sebagai sumber energinya.
Begitu
seterusnya, efek menjalar (contagion
effect) kenaikan harga BBM terus mendongkrak biaya produksi dan operasional
seluruh jenis barang yang menggunakan BBM sebagai salah satu input produksinya
yang pada akhirnya beban produksi tersebut dialihkan ke harga produk yang
dihasilkannya. Kenaikan harga beberapa jenis BBM ini akan menyebabkan kenaikan
harga di berbagai level harga, seperti harga barang di tingkat produsen,
distributor/pedagang besar sampai pada akhirnya di tingkat pedagang eceran.
Gerakan kenaikan harga dari satu level harga ke level harga berikutnya dalam
suatu saluran perdagangan (distribution channel) adakalanya memerlukan waktu
(time lag). Tetapi, yang jelas muara dari akibat kenaikan harga BBM ini adalah
konsumen akhir yang notabene adalah berasal dari kebanyakan masyarakat ekonomi
lemah yang membutuhkan barang-barang kebutuhan pokok sehari-hari dengan membeli
barang-barang kebutuhannya sebagian besar dari pedagang eceran. Dan biasanya
kenaikan harga di tingkat eceran (retail
price) ini lebih besar dibandingkan dengan kenaikan harga di tingkat harga
produsen (producer price) maupun di
tingkat pedagang besar (wholesale price).
Kenaikan
harga beberapa jenis BBM bulan Mei 1998, terulang kembali di bulan Juni 2001
dengan beberapa skenario kenaikan harga beberapa jenis BBM (premium, solar,
minyak tanah). Menurut salah satu sumber di Badan Pusat Statistik, untuk jenis
barang BBM yang harganya ditentukan pemerintah, hampir 50 persen dari pengaruh
kenaikan BBM sudah dihitung dalam penghitungan inflasi pada bulan Juni 2001.
Misalnya bensin naik dari Rp 1.150/liter menjadi Rp 1.450/liter. Karena
kenaikan BBM terjadi di bulan Juni, nilai yang digunakan dalam penghitungan
inflasi bulan Juni adalah ((1150 + 1450)/2) = 1300 sehingga perubahan yang
digunakan adalah perubahan dari harga Rp 1.150/liter menjadi Rp 1.300/liter
atau naik 13,04 persen. Sementara untuk bulan Juli 2001, perubahan harga yang
dihitung adalah dari harga bensin Rp 1.300/liter menjadi Rp 1.450/ liter atau
naik 11,54 persen. Perlakuan ini juga berlaku untuk jenis barang BBM lainnya.
Dengan demikian,
pada bulan Juli 2001, sumbangan inflasi dari BBM (bensin, solar, dan minyak
tanah) akan mencapai 0,28 persen. Ditambah lagi sumbangan inflasi pelumas/oli
yang apabila naik 15 persen akan memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,05
persen. Sumbangan inflasi dari BBM akan bertambah besar jika komponen BBM
lainnya yang tidak ditetapkan pemerintah bergerak sesuai selera pasar. Tekanan
inflasi akan semakin besar apabila pemerintah menaikkan tarif dasar listrik
rata-rata.
Dampak ini
hanya sebagian kecil saja yang terjangkau dari pandangan kita. Justru dampak
tak langsung yang merupakan hasil multiplier
effect dapat menyeret tingkat inflasi lebih tinggi lagi.
Inflasi
bulan Juni 2001 sebesar 1,67 persen dan laju inflasi dari Januari-Juni 2001
sudah mencapai 5,46 persen, dengan adanya kenaikan harga BBM sepertinya
pemerintah harus merevisi asumsi inflasi APBN tahun 2001 yang hanya berkisar
9,3 persen menjadi inflasi dua digit.
Sebab,
setelah bulan Juli tahun ini, masih banyak faktor pemicu inflasi lain seperti peristiwa
SI MPR dan faktor musiman seperti Lebaran dan Natal yang akan mendongkrak
tingkat inflasi lebih tinggi lagi.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kenaikan
harga BBM selalu disertai dengan kenaikan harga-harga kebutuhan yang lain,
karena BBM merupakan faktor bahan baku yang utama bagi sektor industri.
Sehingga dampak kenaikan harga BBM pasti akan sangat dirasakan oleh masyarakat
luas, khususnya masyarakat kecil.
Untuk
menyiasati kenaikan harga BBM bagi para produsen adalah dengan cara makin
kreatif, mencoba memberikan nilai tambah produk dari aspek yang tidak
menjadikan harga naik, seperti aspek desain, model dan aplikasi yang menarik.
Hal ini perlu dilakukan agar harga produk tidak ikut naik terlalu tinggi.
B.
Saran
Diharapkan
agar pemerintah pada saat-saat selanjutnya dapat menjadikan kenaikan harga BBM
sebagai alternatif terakhir untuk menghemat anggaran belanja negara. Karena
dampak yang ditimbulkannya akan sangat luas.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar